Jangan panggil saya ustadz

Beberapa bulan yang lalu ketika saya sedang menonton tv, saya melihat seorang pria mengenakan baju koko dan kopiah berbicara mengenai mencari jodoh. Belakangan pria tersebut menyebut dirinya ustadz cinta dan diketahui ternyata pria tersebut mengiklankan sebuah sms premium berbayar. Setelah melihat iklan tersebut, terlintas difikiran saya “ada-ada aja, mo nyaingin para dukun edan yang lebih dulu pasang iklan kali ya (mama loren dkk)”.

Tidak lama setelah itu tepatnya pada bulan Ramadhan 1430 H, pria yang disebut ustadz cinta itu hadir dalam sebuah acara cari jodoh take me out yang ditayangkan di Indosiar. Ustadz (sebut saja demikian) tersebut tampil sebagai komentator menggantikan peramal cinta. Mungkin karena bulan Ramadhan jadi si peramal cinta off dulu, entah sementara atau seterusnya.

Yang terlintas di pikiran saya adalah “halah, opo kui ki?”. Rasanya wajar jika saya berfikiran demikian, bagaimana tidak sebab dalam Islam metode mencari jodoh dimulai dengan perkenalan / pertemuan dua pihak laki-laki dan perempuan. Prosesi tersebut disebut ta’aruf (CMIIW; correct me if I’m wrong), jika dirasa cocok atau sesuai maka dapat diteruskan dengan lamaran dan selanjutnya pernikahan. Nah, dalam acara ini (take me out) para peserta dijejerkan layaknya barang dagangan dengan pakaian yang terbuka sambil berlenggak-lenggok layaknya wanita murahan.

Dengan kata lain acara tersebut sama sekali tidak Islami tetapi dengan hadirnya seseorang yang menyebut atau disebut Ustadz seolah-olah memberikan kesan acara tersebut baik atau Islami. Untuk lebih mudahnya saya akan memberikan sebuah analogi. Katakanlah acara tersebut sebagai suatu produk haram, misalkan bumbu masak yang mengandung babi kemudian produk tersebut diberi nama yang agak Islam seperti “Al gurih” (perumpamaan lho ya) dengan gambar seekor unta maka apakah produk tersebut dengan serta merta menjadi halal? Tentu saja tidak.

Jika saya yang masih awam mengerti dan tahu maka mengapa seorang yang katanya Ustadz justru bukan hanya menyetujui bahkan terjun langsung menyukseskan acara tersebut. Benarkah pria tersebut seorang ustadz? Kriteria apa saja yang bisa menjadikan seseorang diberi gelar ustadz? Jika saya mengetahui beberapa perkara agama, maka apakah saya bisa disebut sebagai ustadz? Sebaiknya tidak, jangan panggil saya ustadz tapi panggil saya Lord Ubay.

12 responses to “Jangan panggil saya ustadz

  1. mantep banget….. gw tunggu kpn terbit buku lu…..

  2. siip bro……

  3. wah memang sudah nggak jelas….

    eh blog ini tak masukkin link di blogku yah

  4. @ mas maskur

    oh gpp mas tapi blog q sederhana banget & jarang q up date meskipun banyak inspirasi untuk nulis. awalnya mau bikin blog motor tapi isinya malah kebanyakan tentang agama he he gak nyambung

  5. Ustadz .. di mesir kita manggil guru guru kita ustadz… mau guru matematika, ataupun guru agama .. di indonesia sebutan ustadz identik dengan seorang alim ulama agama .. hmm

    salam kenal, ane gak pernah sadar ada blog bagus begini :).. baru liat..

  6. Ane juga liat gan acara tek tek out yg ada ustadz cinta tersebut…
    Ane juga kaget n menyayangkan keberadaan orang yg mengaku ustadz cinta itu.. :hammer
    Semoga aja dia segera sadar sebelum menyusul mama lorenk… :nohope

  7. alhamdulillah sekarang tuh ustad udah ngak ada di acara tersebut. gak terasa udah setahun lebih ni artikel he he he

  8. setuju pak… ntuh ga mutu bawa embel2 ga jelas, layak juga dikasih label Al-gurih :mrgreen:
    nitip pak, ada sedikit petualangan:

    Touring Malang-jogja (review handling + milleage matic untuk touring)

  9. al gurih, bukan al asoy he he :mrgreen:

  10. Tetap saja anda nggak nyambung

Tinggalkan komentar